Authors:Natalia Suwarno, Budi Prayitno Pages: 1 - 7 Abstract: Abstrak: Kepadatan penduduk di Indonesia karena terjadinya pertumbuhan jumlah penduduk, khususnya di Jakarta memicu pembangunan gedung hunian bertingkat tinggi untuk memaksimalkan penangkap nilai lahan. Pembangunan berimbang didengungkan untuk mengimbangi kebutuhan dan menumbuhkan daya beli masyarakat dengan memberi pilihan perumahan yang terjangkau bagi kalangan menengah ke bawah. Rusunawa merupakan salah satu turunan dari kebijakan rumah berimbang, yaitu dari kebijakan KotaKU untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Awal tahun 2020 dihebohkan dengan munculnya kasus pertama COVID-19 di Indonesia sehingga menyebabkan perubahan pada pola kehidupan, tidak terkecuali di Rusunawa. Perubahan pola kehidupan dari hunian horizontal ke hunian vertikal membutuhkan adaptasi dari penghuni dan adanya COVID-19 ini menyebabkan bertambahnya variabel penyebab perubahan pola kegiatan dalam hunian. Kegiatan bersama dalam bangunan perlu diawasi untuk mengurangi kepadatan sehingga dapat mengurangi kemungkinan penularan dalam bangunan/terjadinya kluster baru. Virus COVID-19 ini penularannya diketahui utamanya melalui droplet dan dibawa angin dan apabila penghawaan dalam ruang kurang baik akan menyebabkan virus ini mudah menyebar. Karena rusunawa menurut standar diharuskan untuk menggunakan penghawaan alami, dalam perancangan perlu dipikirkan cara memaksimalkan penggunaan penghawaan alami. Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui cara identifikasi kepadaatan dalam ruang dengan space syntax dan pengaruh pengahwaan alami dalam mitigasi COVID-19 dalam bangunan rusunawa bertingkat tinggi.Kata kunci: penghawaan alami, kepadatan dalam ruang, COVID-19Abstract: Population density in Indonesia due to the population growth, especially in Jakarta, triggered the construction of high-rise residential buildings to maximize land value capture. Balanced development is buzzed to offset the needs and grow the community's purchasing power by providing affordable housing options for the lower middle class. Rusunawa is one of the derivatives of balanced housing policy, namely from Kotaku policy, to meet these needs. The beginning of 2020 was horrendous with the emergence of the first case of COVID-19 in Indonesia, causing changes in life patterns, not least in rusunawa. Changes in life patterns from horizontal to vertical settlements require adaptation from residents, and the presence of COVID-19 leads to increasing variables causing changes in activity patterns in the settlement. Joint activities in buildings need to be supervised to reduce density to reduce the possibility of transmission in buildings/occurrence of new clusters. The COVID-19 virus is mainly transmitted through droplets and carried by the wind, and if the air conditioning in the room is not good, it will cause the virus to spread quickly. Because rusunawa, according to standards, is required to use natural air conditioning, in design, it is necessary to think about how to maximize the use of natural air conditioning. This paper aims to find out how to identify the nature of space with space syntax and the influence of natural awareness in the mitigation of COVID-19 in high-rise rusunawa buildings. Keywords: natural ventilation, indoor density, COVID-19 PubDate: 2021-08-10 DOI: 10.24002/jars.v15i1.4769 Issue No:Vol. 15, No. 1 (2021)
Authors:Eugenius Pradipto Pages: 9 - 17 Abstract: Abstrak: Indonesia terletak di antara dua benua, yaitu Asia dan Australia dan dua Samudra, yaitu Hindia dan Pasifik. Wilayah Indonesia merupakan wilayah yang rawan bencana, seperti gunung berapi, gempa tektonik, banjir, dan tanah longsor. Kesiapan bangunan sementara untuk korban bencana masih kurang dapat memenuhi kebutuhan dan juga kuran dapat cepat dalam pembangunan. Bamboo merupakan pilihan utama untuk bangunan pasca bencana karena mudah didapat dan mudah dikerjakan. Namun banyak kualitas bangunan huntara bambu banyak yang tidak dihuni karena kurang layak huni. Untuk itu diperlukan peningkatan kualitas konstruksi juga nilai fungsinya supaya penghuni tidak menjadi korban kedua dari bangunannya, dengan memperhatikan standart minimum konstruksi yang baik rumus 4S+1D yaitu stabil, strenght, safe, sinergi dan durability. Contoh model pengembangan bangunan dan perlindungan konstruksi pada Huntara bambu di atas sawah, Gereja St. Yakobus Bantul, dan Mushola di tengah sawah.Kata kunci: Pasca Bencana, Konstruksi, Bambu, HuntaraTitle: Development and Protection Model of Post-Disaster Bamboo Construction, Abstract: Indonesia is located between two continents, namely Asia and Australia, and two oceans, the Indian and Pacific Oceans. Region Indonesia is a disaster-prone area, such as volcanoes, tectonic earthquakes, floods, and landslides. The readiness buildings against disasters still do not meet the standards of good construction. Post-disaster shelter building with bamboo material already many tried to cope with the disaster because the bamboo material is easily available and easy to do. Quality of bamboo shelters, many unoccupied for less livable. It is necessary for improved functioning of shelters by taking into account the minimum standards of good construction, 4S + 1D formula that is stable, strong, safe, synergies, and durable. If building shelters already have a foundation of good construction, the shelter would be uninhabitable and last a long time: Examples Bamboo church buildings, Huntara, and Mushola in the middle of rice fields.Keywords: Post-disaster, Construction, Bamboo, Temporary shelter PubDate: 2021-08-10 DOI: 10.24002/jars.v15i1.4770 Issue No:Vol. 15, No. 1 (2021)
Authors:Vijar Galax Putra Jagat Paryoko Pages: 19 - 26 Abstract: Abstrak: Cerita rakyat merupakan salah satu kristalisasi kearifan lokal yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber gagasan perancangan arsitektur dan melestarikan kearifan lokal. Pada studio perancangan dalam pendidikan arsitektur, pemanfaatannya dimulai dan penting pada tahap eksplorasi gagasan untuk menghasilkan konsep rancangan, terutama aspek estetika. Oleh karena itu, dilakukan penelitian kualitatif dengan sasaran pada tahap tersebut, bertujuan untuk menemukan proses dan metode yang dapat digunakan, serta mampu meningkatkan keberhasilan pencitraan cerita rakyat dalam sketsa konsep. Disimpulkan bahwa beberapa unsur intrinsik dalam cerita dan ikon merupakan ragam komponen yang baik dimanfaatkan dalam eksplorasi gagasan. Komponen-komponen tersebut dapat diolah menggunakan kombinasi antara metode metafora atau analogi, transformasi, dan geometri, serta dikomposisi secara de-komposisi maupun sesuai alur cerita untuk memperoleh sebuah gagasan rancangan utuh.Kata kunci: metode rancang, pencitraan, cerita rakyat Title: Folklore Utilization Method as Idea Source for Architectural DesignAbstract: Folklore is a crystallization of local wisdom which can be used as a source for architectural design idea or concept and preserve local wisdom. In architectural education’s design studio, its usage begins and important at idea exploration phase to produce design concept, especially on aesthetic aspects. Therefore, a qualitative research was carried out on that design phase for finding the methods and process that can be used. Also, to increase the folklore imaging success on idea sketch. Concluded, some of story’s intrinsic elements and icon are components that well utilized in idea exploration phase. These components processed by metaphor or analogy combination, transformation, and composed by de-composition method or according to storyline to produce an intact design idea.Keywords: design method, image, folklore PubDate: 2021-11-30 DOI: 10.24002/jars.v15i1.5165 Issue No:Vol. 15, No. 1 (2021)
Authors:Sinta Dewi, Bernadetta Septarini, Bambang Kusumo Prihandono, Anita Herawati, Samsul Hasibuan Pages: 27 - 34 Abstract: Abstrak: Dokter Yap adalah seorang tokoh kota Yogyakarta dalam bidang kesehatan masyarakat khusus kesehatan mata. Rumah Sakit Mata Dokter Yap dibangun pada tahun 1923, terletak di Jalan Cik Di Tiro Nomor 5 Yogyakarta di dalamnya terdapat Museum Dokter Yap. Tulisan ini bertujuan menjelaskan gagasan-gagasan dalam perancangan Museum Dokter Yap Yogyakarta agar sosok dokter Yap sebagai tokoh dikenal masyarakat luas. Metode yang digunakan dalam tulisan ini adalah studi pustaka, pengamatan lapangan, dan eksplorasi desain. Hasilnya, museum dan di sekitar Rumah Sakit Mata Dokter Yap dibenahi, sehingga pengunjung mudah mengenal dan memahami sosok Dokter Yap sebagai tokoh kesehatan mata di kota Yogyakarta. Pembenahan dilakukan pada skala makro, meso dan mikro dengan pripsip revitalisasi bangunan cagar budaya dan mempertimbangkan aspek kemudahan akses, kenyamanan dan penataan interior dengan penyajian informasi tokoh Dokter Yap yang sistematis dan menarik.Kata kunci: Dokter Yap; Museum; Revitalisasi; Rumah sakitTitle: Revitalization of The Museum of Doctor YapAbstract: Doctor Yap is a prominent figure in the city of Yogyakarta in the field of public health, specifically eye health. Doctor Yap Eye Hospital was built in 1923, located on Jalan Cik Di Tiro Number 5 Yogyakarta, in which there is the Doctor Yap Museum. This paper aims to explain the ideas in designing the Yogyakarta Doctor Yap Museum so that the figure of Doctor Yap as a figure is known to the wider community. The methods used in this paper are literature study, field observation, and design exploration. As a result, the museum and around the Doctor Yap Eye Hospital were improved so that visitors could easily recognize and understand the figure of Doctor Yap as an eye health figure in the city of Yogyakarta. Improvements were carried out on a macroscale, mesoscale, and microscale with the principle of revitalizing cultural heritage buildings and taking into account aspects of ease of access, comfort, and interior arrangement by presenting information on the character of Doctor Yap in a systematic and interesting way.Keywords: Dokter Yap; Museum; Revitalisazation; Hospital PubDate: 2021-11-30 DOI: 10.24002/jars.v15i1.5166 Issue No:Vol. 15, No. 1 (2021)
Authors:Dominikus Aditya Fitriyanto Pages: 35 - 44 Abstract: Abstrak: Rumah Sakit Mata Undaan adalah salah satu dari beberapa rumah sakit tertua di Surabaya yang masih beroperasi dan telah ditetapkan sebagai cagar budaya. Kebutuhan ruang rumah sakit yang bertambah seiring dengan perkembangan jaman menuntut adanya perkembangan dan penambahan ruang, salah satunya berupa pembangunan gedung Lasik Center. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan rancangan fasad gedung baru agar selaras dengan fasad cagar budaya. Arsitektur simbiosis digunakan sebagai pendekatan untuk menemukan rancangan fasad yang mengkombinasikan unsur dulu dan kini. Metode penelitian yang digunakan adalah pattern based framework untuk mendapatkan tipologi elemen fasad dari bangunan cagar budaya. Hasil penelitian ini adalah rancangan fasad gedung Lasik Center dengan gaya arsitektur kolonial tropis yang dipadukan dengan gaya modern. Hasil penelitian diharapkan mampu menambah kajian mengenai arsitektur simbiosis dalam perancangan fasad rumah sakit yang selama ini belum banyak dikembangkan.Kata kunci: RS Mata Undaan, simbiosis, fasad, cagar budayaTitle: symbiosis of past and present in façade design of lasik building at undaan eye hospital surabayaAbstract: Undaan Eye Hospital is one of the oldest hospitals in Surabaya that is still running and served as heritage building. Increasing needs of hospital space demands for the new building development and additional space, which is new Lasik Center building. This study aims to achieve the harmony of the facade design between the new building and the heritage one. Symbiotic architecture is used as an approach to find facade designs that combine past and present elements. The research method used is a pattern-based framework to obtain a typology of facade elements from cultural heritage buildings. The results of this study are the facade design of the Lasik Center building with a tropical colonial architectural style combined with a modern style. The results hopefully can be an addition to the study of symbiotic architecture in the design of hospital facades, which so far have not been widely developed.Keywords: RS Mata Undaan; symbiosis; facade; heritage building PubDate: 2021-11-30 DOI: 10.24002/jars.v15i1.5170 Issue No:Vol. 15, No. 1 (2021)
Authors:Gladies Imanda Utami Rangkuty Pages: 45 - 51 Abstract: Abstrak: Kawasan pecinan pada suatu wilayah identik dengan keberadaan shophouse sebagai sebuah identitas. Shophouse di kawasan Pecinan Bagansiapiapi merupakan salah satu kawasan yang bersinggungan dengan kawasan perdagangan berciri akulturasi budaya Cina dan Melayu. Penggunaan kata ruang pada shophouse di Bagansiapiapi untuk memperjelas perbedaan karakteristik penataan pola ruang dengan shophouse pada umumnya. Penelitian ini menggunakan pendekatan interpretive historical research dalam melihat karakteristik pola penataan ruang pada objek penelitian, mencakup tata ruang, orientasi, sirkulasi, hubungan dan hirarki ruang. Tujuan dalam melihat karakteristik diperoleh dengan mengolah dan memproses tata ruang pada shophouse berdasarkan 3 modul tipologi pada kawasan Bagansiapiapi yang di pilih dengan pendekatan snowball sampling. Hasilnya, ditemukan karakteristik pola penataan ruang dalam Shophouse di kawasan Bagansiapiapi dirancang terutama dalam memenuhi aspek fungsionalitas. Hal ini terlihat dengan lorong yang menghubungkan antara bangunan inti dan bangunan servis. Temuan yang terdapat pada pola penataan ruang dalam shophouse di Bagansiapiapi tidak memiliki Courtyard di tengah ruang dalam, namun Altar sebagai ruang sakral tetap dipertahankan dengan fungsi sebagai tempat ibadah dan identitas penghuni.Kata kunci: Karakteristik Ruang, Shophouse, Bagansiapiapi, Interpretive Historical Research Title: Characteristics of Spatial Patterns in Shophouses in Chinatown Area of Bagansiapiapi, RiauAbstract: The Chinatown area in an area is identical to the existence of shophouses as an identity. Shophouses in the Chinatown area of Bagansiapiapi are one of the areas that intersect with a trading area that has acculturated Chinese and Malay cultures. The use of the word space in the shophouses in Bagansiapipi is to clarify the differences in the characteristics of its spatial arrangement with shophouses in general. This study uses a historical interpretation approach in looking at the characteristics of the spatial pattern found in the object of research which includes spatial planning, orientation, circulation, and relationships and hierarchies in space. The purpose of looking at these characteristics is obtained by processing and processing the spatial layout of the shophouse three typology modules in the Bagansiapiapi area, which was selected with a snowball sampling approach. Greetings, it is known that the characteristics of the spatial planning pattern in the Ruko in the Bagansiapiapi area are designed to fulfill the functionality aspect. This can be seen in the hallway that is connected between the main building and the service building. The findings found in the pattern of spatial planning in shophouses in Bagansiapiapi do not have a courtyard in the middle of the interior space, but the Altar as a sacred space is maintained with the function of a place of worship and the identity of the occupants.Keywords: Spatial Characteristics, Shophouse, Bagansiapiapi, Interpretive Historical Research PubDate: 2021-11-30 DOI: 10.24002/jars.v15i1.5168 Issue No:Vol. 15, No. 1 (2021)
Authors:Diana Kesumasari, Sidha Pangesti Anjarwulan Pages: 55 - 63 Abstract: Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk menginvestigasi akulturasi arsitektur yang terjadi di dalam Gereja Kristen Jawa (GKJ) Manahan Surakarta dengan penekanan pada relasi bentuk, fungsi dan makna bangunan. Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah deskriptif, analitis dan interpretatif berdasarkan hasil studi di lapangan. Indikator yang digunakan dalam penelitian ini adalah aspek bentuk, fisik dan makna. Hasil pada penelitian ini adalah 1) arsitektur tradisional Jawa dan arsitektur gereja secara signifikan mempengaruhi wujud arsitektur GKJ Manahan Surakarta, 2) akulturasi arsitektur pada GKJ Manahan Surakarta diwujudkan dengan cara mengadaptasi bentuk dari arsitektur tradisional Jawa yang mempunyai kesamaan makna dengan arsitektur gereja, yaitu kesakralan ruang yang membantu jemaat untuk merasakan kehadiran Tuhan di dalam gereja, dan 3) akulturasi arsitektur yang terjadi tidak membuat GKJ Manahan Surakarta meninggalkan jati diri sebagai bangunan gereja yang dalam pelayanan ibadahnya tetap menggunakan tata cara/ liturgi yang sama dengan Gereja Kristen Jawa lainnya. Kata Kunci: akulturasi arsitektur, Gereja Kristen Jawa, bentuk, fungsi, maknaTitle: Architectural Acculturation in the Javanese Christian Churches (GKJ) Manahan Surakarta: Emphasis on the Building's Form, Function, and MeaningAbstract: The aim of this research is to investigate the architectural acculturation that occurred in the Javanese Christian Church (GKJ) Manahan Surakarta with an emphasis on the relationship of form, function and meaning of the building. The methodology used in this research is descriptive, analytical and interpretive based on the results of field studies. The indicators used in this research are the aspects of form, function and meaning. The results of this research are 1) the architectural form of GKJ Manahan Surakarta is substantially influenced by Javanese traditional architecture and church architecture, 2) architectural acculturation at GKJ Manahan Surakarta is achieved by adapting the traditional Javanese architecture forms that have the same meaning as church architecture, namely the sacredness of space that allows the congregation to feel God's presence in the church, and 3) the architectural acculturation that occurs does not cause GKJ Manahan Surakarta to lose its identity as a church building that uses the same liturgical procedures as other Javanese Christian churches in its worship services.Keywords: architecture acculturation, Javanese Christian Church, form, function, meaning PubDate: 2021-11-30 DOI: 10.24002/jars.v15i1.5169 Issue No:Vol. 15, No. 1 (2021)