Authors:Fitri Khoiriyah; Dilma’aarij Agustia, Cindy Maisaroh, Gracetine Novemsia Gulo Abstract: ABSTRAK Latar Belakang: Anemia pada remaja putri berdampak pada imunitas, remaja yang mengalami anemia imunitasnya cenderung lebih rendah sehingga mudah terserang infeksi. Kebugaran tubuh dapat berkurang dan penurunan prestasi dalam belajar. Defisiensi besi dapat diidentifikasi dengan pemeriksaan kadar ferritin. Green medicine memanfaatkan potensi tanaman herbal dan sumber daya alam yang memiliki aktivitas biologis untuk meningkatkan kadar ferritin dalam tubuh secara alami. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan strategi berkelanjutan green medicine yang efektif dan dapat diterapkan secara luas untuk meningkatkan kesehatan remaja putri yang menderita anemia defisiensi besi. Metode: Metode penelitian yang digunakan adalah mix method. Metode kuantitatif menggunakan analisis univariat yang tujuan untuk mengetahui kadar ferritin remaja putri serta dilakukan pengukuran asupan nutrisi remaja putri menggunakan kuesioner SQ-FFQ. Metode kualitatif menggunakan analisis tematik dan serta pengembangan produk menggunakan analisis SWOT. Hasil: Hasil kuantitatif menunjukkan sebanyak 5 (15.6%) remaja putri mengalami anemia dengan kadar ferritin dibawah normal (Mean = 9.9 μg/L) sehingga mayoritas kadar ferritin responden normal. Remaja yang anemia 100% asupan iron sebesar 8 ± 4.2 mg dan vitamin C sebesar 70 ± 70.5 μgRE. Hasil kualitatif menunjukkan pengembangan produk green medicine ini mempertimbangan keseluruhan aspek dari kualitas, khasiat, tampilan produk dan distribusi. Hasil analisis SWOT menunjukkan bahwa produk green medicine yang berkelanjutan memerlukan bahan dasar local wisdom dan bekerjasama dengan stakeholder lintas sectoral.Kesimpulan: Pengembangan produk green medicine disesuaikan dengan bahan dasar local wisdom yang mengandung kebutuhan vitamin C dan iron yang seimbang untuk bisa memenuhi asupan nutrisi remaja putri anemia ini dengan mempertimbangkan kualitas, khasiat, tampilan produk dan proses pendistribusiannya sehingga dapat menangani serta mencegah angka anemia di kalangan remaja putri secara berkelanjutan. KATA KUNCI: anemia; feritin; green mecidine; remaja putri; mix method ABSTRACTBackground: Anemia in adolescent girls has an impact on immunity, adolescents who experience anemia tend to have lower immunity so they are susceptible to infection. Body fitness can be reduced and decreased achievement in learning. Iron deficiency can be identified by checking ferritin levels. Green medicine utilizes the potential of herbal plants and natural resources that have biological activity to increase ferritin levels in the body naturally. This study aims to develop a sustainable green medicine strategy that is effective and can be widely applied to improve the health of adolescent girls suffering from iron deficiency anemia. Methods: The research method used was mixed method. The quantitative method uses univariate analysis which aims to determine the ferritin levels of adolescent girls and to measure the nutritional intake of adolescent girls using the SQ-FFQ questionnaire. Qualitative methods use thematic analysis and product development using SWOT analysis. Results: Quantitative results showed that 5 (15.6%) adolescent girls were anemic with ferritin levels below normal (Mean = 9.9 μg/L) so the majority of respondents' ferritin levels were normal. Adolescents who are anemic 100% iron intake of 8 ± 4.2 mg and vitamin C of 70 ± 70.5 μgRE. Qualitative results show that the development of green medicine products considers all aspects of quality, efficacy, product appearance and distribution. The results of the SWOT analysis show that sustainable green medicine products require local wisdom ingredients and collaboration with cross-sectoral stakeholders.Conclusion: The development of green medicine products is adjusted to the basic ingredients of local wisdom which contain balanced vitamin C and iron requirements to be able to meet the nutritional intake of anemic adolescent girls by considering the quality, efficacy, product appearance and distribution process so that it can handle and prevent anemia rates among adolescent girls in a sustainable manner. KEYWORDS: adolescent girls; anemia; ferritin; green mecidine; mix method PubDate: Thu, 05 Jun 2025 10:23:21 +070
Authors:Priyo Sulistiyono; Hari Santoso, Uun Kunaepah, Dewi Rahayu Abstract: ABSTRAKLatar belakang: Indonesia masih menghadapi tantangan besar terkait pemberian ASI eksklusif. Proporsi ASI eksklusif hanya mencapai 37,3%. Para ibu belum menganggap kegagalan pemberian ASI eksklusif sebagai masalah kesehatan. Perlu adanya upaya untuk mengubah pengetahuan dan perilaku ibu.Tujuan: Penelitian ini untuk mengetahui pengaruh model pendidikan komprehensif prenatal (Edukersa) terhadap kesiapan pengetahuan, kemampuan ibu dan kesiapan dukungan keluarga terhadap ASI eksklusif.Metode: Penelitian quasi eksperimen dengan intervensi Edukersa Preceded-Proceed Model, untuk melihat kesiapan pengetahuan ibu, kesiapan kemampuan ibu dan kesiapan dukungan keluarga. Populasi seluruh Ibu Hamil Trimester III. Sampel adalah jumlah populasi yang memenuhi kriteria sebanyak 80 ibu hamil. Pengumpulan data sebelum dan sesudah intervensi dilakukan dengan wawancara. Analisis data secara deskriptif dan uji t data berpasangan.Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kondisi awal, aspek pengetahuan mempunyai skor rata-rata yang rendah (1,88). Keinginan ibu terhadap ASI eksklusif sangat tinggi (2,99). Kesiapan keterampilan masih rendah (1,56) dan kesiapan dukungan keluarga cukup baik (2,39). Seluruh aspek kesiapan pada akhir kegiatan pendidikan hampir mencapai skor maksimal (3,00). Model Edukersa terbukti secara signifikan (95%CI) mampu meningkatkan kesiapan pengetahuan ibu (p=0.000), kesiapan keterampilan ibu (p=0.000) dan kesiapan dukungan keluarga/suami/orang terdekat (p=0.023) ibu dalam mewujudkan ASI eksklusif.Kesimpulan: Metode edukersa merupakan bagian dari solusi penyiapan ibu hamil sebagai langkah menuju ibu ASI eksklusif yang sukses di Kota Cirebon. KATA KUNCI : ASI-Eksklusif; ibu hamil; model-edukersa; pra persalinan; precede-proceed models ABSTRACTBackground: Indonesia is still facing big challenges related to exclusive breastfeeding (EBF). The proportion of EBF only reached 37.3%. Mothers have not considered a failure of exclusive breastfeeding as a health problem. Efforts are needed to change the knowledge and behavior of mothers. Objectives: the research was to determine the effect of the prenatal comprehensive education model (Edukersa) on knowledge readiness, mother's ability and family support readiness for EBF. Methode: Quasi-experimental research with the Edukersa Model intervention Preceded-Proceed Models, to see the readiness of mother's knowledge, readiness of mother's ability and readiness of family support. The population of all Trimester III Pregnant Women. The sample is the total population that meets the criteria of 80 pregnant women. Data collection before and after the intervention was carried out by interview. Data analysis was descriptive and paired data t-test. Results: The results showed that in the initial conditions, the knowledge aspect had a low mean score (1.88). The desire of mothers for EBF is very high (2.99). Skill readiness is still low (1.56) and family support readiness is quite good (2.39). All aspects of readiness at the end of educational activities almost reached a maximum score (3.00). The Edukersa model is significantly (95%CI) proven to be able to increase mothers' knowledge readiness (p=0.000), mothers' skills readiness (p=0.000) and family/husband/closest person support readiness (p=0.023) for mothers to realize EBF. Conclusion: method edukersa is part of the solution for preparing prenatal mothers as a step towards successful EBF mothers in Cirebon City. KEYWORDS: Exclusive breastfeeding (EBF); pregnant women: model-edukersa; prenatal; precede-proceed models Received: 14 Jan 2024; Revised: 08 July 2024; Accepted: 05 Mar 2025; Available online: 30 May 2025; Published: 31 Mar 2025. PubDate: Thu, 05 Jun 2025 10:15:15 +070
Authors:Dhea Fitria Salsabella; Anik Lestari, Sri Mulyani Abstract: ABSTRAK Latar Belakang: Stunting merupakan masalah gizi kronik dengan penyebab multifaktoral, mulai dari praktik pemberian pangan hingga lingkungan seperti geografi tempat tinggal. Terdapat beberapa indikator penilaian praktik pemberian makanan pendamping yang optimal pada anak usia 6-23 bulan seperti Animal Source Food (ASF), Zero Vegetable and Fruit (ZVF) dan Unhealthy Food Consumption (UFC).Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara konsumsi protein hewani (ASF), makanan tidak sehat (UFC), indikator konsumsi sayur dan buah (ZVF) dan geografi tempat tinggal dengan kejadian stunting pada anak 6-23 bulan di Kabupaten Jember.Metode: Terdapat 88 anak yang berpartisipasi dalam penelitian ini (52 di Kecamatan Puger dan 36 di Kecamatan Jelbuk). Teknik sampling yang digunakan adalah multistage sampling. Data ASF, ZVF dan UFC diambil melalui 24 hours recall questionnaire, geografi tempat tinggal diketahui melalui data BPS sedangkan panjang badan anak diukur menggunakan infantometer sedangkan tinggi badan anak diukur menggunakan stadiometer. Data yang didapat dianalisis menggunakan SPSS 26. Analisis yang dilakukan meliputi univariat untuk menggambarkan distribusi frekuensi, analisis bivariat dengan uji chi-square dan regresi logistik biner untuk analisis multivariat.Hasil: Penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat 26.13% anak usia 6-23 bulan yang mengalami stunting, 22,72% anak mengonsumsi protein hewani, 42,02% tidak mengonsumsi sayuran, dan 77,27% mengonsumsi makanan ultra proses. Berdasarkan uji chi-square yang dilakukan, tidak terdapat hubungan ynag signifikan antara konsumsi makanan tidak sehat dan geografi tempat tinggal dengan stunting (p>0.05). Analisis multivariat menunjukkan bahwa konsumsi protein hewani menjadi faktor penyebab stunting yang lebih dominan (p=0.039, OR=9.53,95%CI= 1.12-81.21) dilanjutkan dengan ZVF (p=0.004, OR=5.31, 95%CI= 1.71-16.40). Kesimpulan: Terdapat hubungan signifikan antara konsumsi protein hewani dan indikator konsumsi sayur dan buah dengan stunting pada balita usia 6-23 bulan di Kabupaten Jember. KATA KUNCI: stunting konsumsi protein hewani; indikator konsumsi sayur dan buah; konsumsi makanan tidak sehat; geografi tempat tinggal ABSTRACTBackground: Stunting is a long-term nutritional issue containing multiple causes, including dietary habits and environmental factors such residential geography. Several metrics were employed to evaluate the ideal methods of introducing complementary food to children between the ages of 6-23 months. These metrics include Animal Source Food (ASF), Zero Vegetable and Fruit (ZVF), and Unhealthy Food Consumption (UFC). Objectives: This study aims to investigate the correlation between ASF, ZVF, UFC and the geographical location of residence with the prevalence of stunting among children aged 6-23 months in the Jember Regency.Methods: The study involved 88 children as the sample approach through multistage sampling. Information on ASF, ZVF, and UFC was obtained by 24-hour recall questionnaire. The BPS data was used to determine the geographical residence, while a stadiometer/infantometer was used to measure height/length. The data were then analyzed using SPSS. Univariate analysis was conducted, followed by bivariate analysis using Chi-square tests. Multivariate analysis was performed using binary logistic regression.Results: The study revealed that 26.13% of children between the ages 6-23 months showed signs of stunting. Among these children, 22.72% consumed diverse ASF, 42.02% did not consume vegetables, and 77.27% consumed ultra-processed foods. The chi-square test revealed a lack of correlation between the consumption of unhealthy food and geographical location of residence with regards to stunting (p>0.05). The multivariate analysis revealed that the consumption of animal protein was the primary factor leading to stunting with statistically significant correlation (p=0.039, OR=9.53, 95%CI=1.12-81.21). Additionally, ZVF was also discovered as a significant predictor of stunting (p=0.004, OR=5.31, 95%CI=1.71-16.40).Conclusions: In conclusion, ASF and ZVF are concurrently associated with the prevalence of stunting among children aged 6-23 months in Jember Regency . KEYWORDS: stunting; animal source food; zero vegetable and fruit; unhealthy food consumption; geography of residence Received: 14 Jan 2024; Revised: 07 October 2024; Accepted: 04 Feb 2025; Available online: 30 May 2025; Published: 31 Mar 2025 PubDate: Sun, 01 Jun 2025 06:27:19 +070
Authors:Veny Rachmalinda; Yayuk Farida Baliwati, Hadi Riyadi Abstract: ABSTRAK Latar Belakang: Stunting merupakan indikator penting yang mencerminkan ketimpangan kesehatan anak yang disebabkan oleh berbagai faktor seperti malnutrisi, penyakit infeksi, dan kurangnya stimulasi sosial. Selain itu, faktor sosial ekonomi juga berperan penting dalam memengaruhi status gizi anak.Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk menentukan faktor risiko stunting di Provinsi Jawa Barat pada tahun 2022.Metode: Desain penelitian yang digunakan adalah studi ekologi dengan unit sampel analisis menggunakan 27 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat. Data diperoleh dari laporan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2022 dan Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Barat. Analisis bivariat menggunakan korelasi Pearson diterapkan untuk data berdistribusi normal, sedangkan korelasi Spearman digunakan untuk data tidak normal. Hubungan dianggap signifikan jika nilai p-value <0,05. Analisis regresi logistik digunakan untuk menentukan Odds Ratio (OR) guna mengidentifikasi faktor risiko stunting.Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi stunting di Jawa Barat mencapai 20.2% dengan 16 wilayah memiliki prevalensi stunting tinggi (>19.2%). Analisis korelasi menunjukkan adanya hubungan signifikan antara kemiskinan dan prevalensi stunting (r=0,423, p=0,028), asuransi kesehatan dan stunting (r=-0,570, p=0,002), partisipasi keluarga berencana dan stunting (r=-0,589, p=0,001), pernikahan dini dan stunting (r=0,528, p=0,005), serta prevalensi diare dan stunting (r=0,647, p=0,001). Asuransi kesehatan berperan sebagai faktor protektif terhadap stunting, wilayah yang memiliki jaminan kesehatan memiliki penurunan risiko terkena stunting sebesar 38,2% dibandingkan dengan wilayah yang tidak memiliki jaminan kesehatan. Sementara wilayah dengan diare memiliki risiko 1,84 kali lebih tinggi untuk mengalami stunting dibandingkan dengan wilayah tanpa diare.Kesimpulan: Prevalensi stunting di Jawa Barat menunjukkan pola distribusi yang tidak merata, dengan konsentrasi tinggi di wilayah barat, timur, dan tenggara. Wilayah barat dan timur menghadapi kendala spesifik terkait kemiskinan, pernikahan dini, diare, serta cakupan asuransi kesehatan. Strategi penurunan prevalensi stunting harus melibatkan peningkatan kesejahteraan ekonomi, perluasan cakupan asuransi kesehatan, serta akses ke sanitasi untuk mengendalikan diare. Intervensi komprehensif dan terintegrasi diperlukan untuk mengurangi prevalensi stunting di Jawa Barat. KATA KUNCI: cakupan kesehatan universal; diare; kemiskinan; pernikahan dini; pneunomia; stunting ABSTRACTBackground: Stunting is an important indicator reflecting children’s health disparities, caused by various factors such as malnutrition, infectious diseases, and a lack of social stimulation. Additionally, socioeconomic factors play a crucial role in influencing the nutritional status of children.Objectives This study aims to determine the risk factors of stunting in West Java Province in 2022.Methods: The study design was an ecological study using data from 27 districts/cities in West Java Province. The data were obtained from the 2022 Indonesian Nutrition Status Survey (SSGI) report and the Statistics of West Java Province. Bivariat analysis with Pearson correlation is applied for normally distributed data, while Spearman correlation is used for non-normal data. Variables are considered significantly related if the p-value is <0.05. Logistic regression analysis determines Odds Ratios (OR) to identify risk factors for stunting.Results: The results revealed that stunting prevalence in West Java reached 20.2% with 16 regions showing a high prevalence of stunting (>19.2%). Correlation analysis showed significant association between poverty and stunting prevalence (r= 0.423, p=0.028), health insurance and stunting prevalence (r = -0.570, p = 0.002), family planning and stunting prevalence (r = -0.589, p = 0.001), early marriage and stunting (r= 0.528, p= 0.005), diarrhea prevalence and stunting (r= 0.647, p=0.001). Health insurance as a protective factor of stunting. Regions with health insurance have 38.2% lower risk of stunting compared to regions without health insurance (OR = 0.618, 95% CI: 0.369–0.535). Diarrhea as a risk factor of stunting, regions with diarrhea had 1,84 times higher risk of stunting than regions without diarrhea (OR = 1.841, 95% CI: 1.091–3.106).Conclusions: Prevalence of stunting in West Java shows a widespread distribution pattern with high concentrations in the eastern, western, and southeastern regions of West Java. The western and eastern regions have specific obstacles related to poverty, early marriage, diarrhea and having health insurance. Strategies to reduce the prevalence of stunting must involve increasing economic prosperity, expanding health insurance coverage, and increasing access to sanitation to control diarrhea. Comprehensive and integrated interventions are needed to reduce prevalence of stunting. KEYWORD: diarrhea; early marriage; pneumonia; poverty; stunting; universal ... PubDate: Sun, 01 Jun 2025 06:27:02 +070
Authors:Arindah Nur Sartika; Afrinia Ekasari, Guntari Prasetya Abstract: ABSTRAK Latar Belakang: Mengkonsumsi jajanan dalam sehari dapat memberikan kontribusi masukan energi selain mengonsumsi makanan utama. Namun perilaku jajanan pada anak sekolah di Indonesia menunjukkan beberapa kebiasaan yang tidak sehat seperti seringnya mengonsumsi jajanan berkalori tinggi dan minuman manis. Anak-anak di kota besar mempunyai risiko lebih tinggi mengalami obesitas karena tingginya konsumsi jajanan tidak sehat. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk melihat perilaku jajanan anak usia sekolah yang tinggal di perkotaan. Metode: Jenis penelitian observasional dengan desain cross sectional study. Sampel penelitian merupakan anak usia sekolah dasar, berasal dari seluruh kelurahan di wilayah Bekasi sebagai salah satu kota megapolitan di Indonesia, meliputi kelurahan: Duren Jaya, Bekasi Jaya, Aren Jaya, dan Margahayu. Sebanyak 213 siswa mengikuti penelitian ini. Siswa diminta mengumpulkan data tentang karakteristik responden dan perilaku jajanan (menggunakan angket terstruktur dan angket frekuensi makanan). Hasil: Hasil penelitian menunjukkan 50,2% anak sering makan jajanan; 79,8% membeli makanan ringan dari kombinasi kantin sekolah, pedagang kaki lima, dan warung makan tetap; 70,4% membeli makanan ringan pada jam istirahat, setelah, dan sebelum sekolah; dan 75,5% menggunakan bahan kemasan plastik. Tidak terdapat hubungan antara hubungan jenis kelamin, kebiasaan sarapan pagi, uang jajan, pendidikan ibu, pendidikan ayah dengan frekuensi jajan (chi-square test menunjukan p-value: 0.175, 0.302, 0.269, 0.104, 0.247). Kesimpulan: Penelitian ini menunjukkan bahwa separuh anak usia sekolah dasar di Kota Bekasi sering mengonsumsi makanan jajanan, hanya 30% siswa yang tidak membeli makanan ringan di sekolah, dan 75% siswa terbiasa jajan makanan dengan kemasan plastik. Hampir 80% siswa terbiasa jajan di dua atau tiga tempat penyedia jajanan, seperti kantin sekolah, pedagang kaki lima, dan warung makan. Frekuensi jajan siswa tidak berhubungan dengan faktor yang berkaitan dengan karakteristik siswa dan pendidikan orang tua. KATA KUNCI: anak usia sekolah; area perkotaan;faktor penentu; perilaku jajan ABSTRACT Background: During the day, snacks may contribute to energy input besides meals. However, snacking behavior among school children in Indonesia shows some unhealthy habits, such as frequent consumption of high-calorie snacks and sugary beverages. Children in big cities have a higher risk of obesity since they consume unhealthy snacks. Objectives: This study aims to see the snacking behavior of school-age children living in urban populations in Indonesia.Methods: The study is observational with a cross-sectional study design. Samples are school-age children taken from all urban villages in the Bekasi Area, a megapolitan city in Indonesia: Duren Jaya, Bekasi Jaya, Aren Jaya, and Margahayu. A total of 213 students joined the study. Students were asked to complete data about respondent characteristics and snacking behavior (using a structured questionnaire and food frequency questionnaire).Results: The results show that 50.2% of children often eat snacks; 79.8% buy snacks from a combination of school canteen, street vendors, and permanent food stalls; 70.4% buy snacks during break time, after, and before school; and 75.5% use plastic packaging material. There is no association of sex, breakfast habits, pocket money, mother education, and father education with snacking frequency (p-value: 0.175, 0.302, 0.269, 0.104, 0.247).Conclusions: This study shows that half of elementary school children in Bekasi City often consume snacks, only 30% of students do not buy snacks at school, and 75% of students are used to buying snacks in plastic packaging. Almost 80% of students were buying snacks at two or three food vendors, such as school canteens, street vendors, and food stalls. The frequency of snack consumption was not related to factors attributable to students’ characteristics and parents’ education. KEYWORDS: determinant factors; school-age children; snacking behavior; urban area Received: 14 Jan 2024; Revised: 05 Dec 2024; Accepted: 14 Feb 2025; Available online: 30 May 2025; Published: 31 Mar 2025. PubDate: Sun, 01 Jun 2025 06:27:01 +070
Authors:Nathasa Khalida Dalimunthe; Atikah Adyas, Ai Kustiani Abstract: ABSTRAK Latar Belakang: Prevalensi stunting di Kota Bandar Lampung tahun 2021 sebesar 5,9%. Intervensi literasi merupakan salah satu kegiatan untuk dapat meningkatkan pengetahuan dan sikap ibu untuk mencegah stunting pada anak.Tujuan: Menganalisis pengaruh intervensi booklet terhadap literasi gizi, air bersih, dan sanitasi pada ibu balita untuk mencegah stunting.Metode: Penelitian diawali dengan pengembangan model booklet dengan melakukan pengujian pada 15 orang ibu balita, kemudian dilakukan intervensi literasi gizi dengan menggunakan booklet tersebut. Desain penelitian ini adalah quasi eksperimen yang dilaksanakan pada bulan Juli 2023. Sampel sebanyak 60 responden diambil secara purposive sampling dengan kriteria inklusi ibu yang memiliki anak usia 24-59 bulan, masing-masing posyandu terdiri dari 30 ibu balita sebagai kelompok kontrol (tanpa media booklet) dan intervensi (media booklet). Waktu pengamatan intervensi dilakukan selama 2 minggu. Analisis hasil penelitian dilakukan dengan uji t independen dan uji t berpasangan. Hasil: Terdapat peningkatan rata-rata pengetahuan literasi ibu balita (p=0,012) dan penurunan tidak signifikan pada kelompok kontrol (P= 0,170). Rata-rata sikap literasi mengalami penurunan yang tidak signifikan pada kelompok eksperimen (P= 0,173) dan pada kelompok kontrol (P= 0,176). Hasil uji t independen membuktikan terdapat perbedaan rata-rata skor lliterasi total pada kelompok kontrol dan intervensi (p=0,022). Kondisi literasi kelompok eksperimen sebelum dan sesudah intervensi tergolong baik (skor=14), perubahan yang paling terlihat adalah literasi gizi dari baik menjadi sangat baik. Kesimpulan: Intervensi dengan menggunakan media booklet gizi, air bersih dan sanitasi efektif meningkatkan literasi ibu balita untuk mencegah stunting. Kebijakan dan ketentuan penggunaan model booklet dapat diterapkan pada program promosi kesehatan dan pendidikan untuk mendukung pencegahan stunting. KATA KUNCI: booklet; literasi ibu; stunting ABSTRACTBackground: The prevalence of stunting in 2021 in Bandar Lampung city was 5.9%. Literacy can increase mothers' knowledge and attitudes to prevent stunting in children.Objectives: The research aimed to analyze the effect of booklet intervention on nutritional, clean water, and sanitation literacy of mothers under five to prevent stunting.Methods: This study began with the development of a booklet model by testing it on 15 mothers of toddlers, and then a nutritional literacy intervention was carried out using the booklet. The design of this study was a quasi-experiment carried out in July 2023. A sample of 60 respondents was purposive sampling with inclusion criteria of mothers who had children aged 24-59 months, each Posyandu (English: integrated health service post) consisted of 30 mothers of toddlers as the control group (without booklet media) and intervention (booklet media). The observation period for the intervention was carried out for 2 weeks. Analysis of the research results was carried out using independent t-test, paired t-test, and chi-squared test.Results: There was an increase in the average literacy knowledge of mothers (p=0.012) and an insignificant decrease in the control group (P=0.170). Average literacy attitude experienced an insignificant decrease in the experimental group (P=0.173) and the control group (P=0.176). Results of the independent t-test proved that there was a difference in the average total literacy score in the control and intervention groups (p=0.022). The literacy condition of the experimental group before and after the intervention was classified as good (score=14), the most visible change was nutritional literacy from good to very good.Conclusions: Interventions using a booklet model of nutrition, clean water, and sanitation media are effective in increasing the literacy of mothers of toddlers to prevent stunting. Policies and provisions for the use of the booklet model can be applied to health promotion and education programs to support stunting prevention. KEYWORDS: booklet; mother’s literacy; stunting Received: 28 Nov 2024; Revised: 12 Jun 2024; Accepted: 28 Nov 2025; Available online: 30 May 2025; Published: 31 Mar 2025. PubDate: Sun, 01 Jun 2025 06:26:45 +070
Authors:Rofi'atul Hanifah; Uki Retno Budhiastuti, Anik Lestari Abstract: ABSTRAKLatar Belakang: Saat ini kejadian stunting masih menjadi salah satu permasalahan gizi yang terjadi pada balita di dunia. Balita stunting termasuk ke dalam masalah gizi kronik yang penyebabnya meliputi banyak faktor, salah satunya adalah gizi ibu saat kehamilan. Pengetahuan dan sikap gizi pada ibu hamil diupayakan dapat diubah melalui pendekatan secara sistematis dan terus-menerus terhadap ibu hamil. Salah satu cara yang akan digunakan adalah edukasi dengan menggunakan buku pedoman berisi materi seputar gizi kehamilanTujuan: Menganalisis pengaruh pemberian buku ceramah disertai buku pedoman dan WhatsApp broadcast terhadap perubahan pengetahuan dan sikap ibu hamil di Kabupaten PonorogoMetode: Jenis penelitian adalah eksperimental kuasi dengan rancangan pretest-posttest with non-equivalent control design. Penelitian ini diikuti oleh ibu hamil di Kabupaten Ponorogo sebanyak 54 responden yang dibagi ke dalam dua kelompok subjek yaitu kelompok kontrol dan kelompok perlakuan. Masing-masing kelompok akan diberikan pretest dan posttest. Kelompok kontrol adalah kelompok yang hanya mendapat edukasi gizi berupa ceramah, sedangkan kelompok perlakuan adalah kelompok yang mendapatkan edukasi gizi berupa ceramah disertai buku pedoman dan pesan broadcast melalui WhatsApp. Analisis statistik yang digunakan adalah Wilcoxon Signed Rank Test dan Mann-Whitney U TestHasil: Hasil uji Wilcoxon Signed Rank Test menunjukkan bahwa terdapat perbedaan rerata yang signifikan (p<0,05) pada variabel pengetahuan gizi dan sikap gizi sebelum dan sesudah diberikan intervensi pada masing-masing kelompok perlakuan dan kontrol yaitu masing-masing kurang dari 0,001. Hasil uji Mann Whitney U Test menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan (p<0,05) dengan nilai p value 0,042 pada variabel pengetahuan gizi namun tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p>0,05) pada variabel sikap gizi dengan nilai p value 0,531Kesimpulan: Memberikan edukasi gizi melalui ceramah yang disertai dengan buku panduan dan pesan broadcast WhatsApp memiliki pengaruh pada pengetahuan gizi ibu hamil, tetapi tidak memiliki pengaruh pada sikap gizi ibu hamil.KATA KUNCI: buku; gizi; ibu hamil; pengetahuan; perilaku ABSTRACTBackground: Stunting remains one of major nutritional problems affecting toddlers worldwide. Stunted toddlers are categorized as experiencing chronic malnutrition, whose causes include various factors, one of which is maternal nutrition during pregnancy. Nutritional knowledge and attitudes among pregnant women can be altered through systematic and continuous approaches to education. One method used is education using guideline books containing pregnancy nutrition content.Objectives: To analyze the effect of delivering lectures assisted with guideline book and WhatsApp broadcasts on changes of the knowledge and attitudes of pregnant women in Ponorogo Regency.Methods: This study employed a quasi-experimental design with a pretest-posttest with non-equivalent control group design. It involved 54 pregnant women in Ponorogo Regency, divided into two groups: the control group and the intervention group. Each group underwent pre-tests and post-tests. The control group received nutritional education in the form of lectures only, while the intervention group received nutritional education through lectures assisted with guideline books and WhatsApp broadcasts. Statistical analyses included the Wilcoxon Signed Rank Test and Mann Whitney U Test.Results: The Wilcoxon Signed Rank Test results indicated significant mean differences (p<0.05) in nutritional knowledge before and after the intervention in each treatment and control group, with p value less than 0.001. The results of the Mann Whitney U Test show that there is a significant difference (p<0.05) in the nutritional knowledge variable with p value 0,042, but there is no significant difference (p>0.05) in the nutritional attitude variable with p value 0,531.Conclusions: Providing nutritional education through lectures assisted by a guideline book and WhatsApp broadcasts has an impact in the nutritional knowledge of pregnant women but does not have an impact on their nutritional attitudes.Keywords: behavior; book; knowledge; nutrition; pregnant women Received: 14 Jan 2024; Revised: 08 July 2024; Accepted: 20 Jan 2025; Available online: 30 May 2025; Published: 31 Mar 2025.
Authors:Rokhiyatul Maila Putri; Sumardiyono Sumardiyono, Ismiranti Andarini Abstract: ABSTRAKLatar Belakang: Stunting adalah kondisi yang menyebabkan kegagalan pertumbuhan selama 1000 hari pertama kehidupan karena kekurangan nutrisi yang berlangsung lama. Kabupaten Brebes merupakan wilayah dengan angka stunting tertinggi di Jawa Tengah yaitu sebesar 29.1%. Stunting dipengaruhi langsung oleh status infeksi anak serta konsumsi zat gizi makro maupun mikro.Tujuan: Studi ini menyelidiki bagaimana Minimum Acceptable Diet (MAD), ASI eksklusif, dan penyakit infeksi berkorelasi dengan stunting pada anak-anak berusia 6 hingga 23 bulan di Kabupaten Brebes.Metode: Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif menggunakan data sekunder hasil dari Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2022 dengan desain potong lintang (cross-sectional). Penelitian ini dilakukan pada kelompok anak berusia 6 hingga 23 bulan yang terdaftar di SSGI 2022 Kabupaten Brebes. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 189 anak yang didapatkan dari total sampling berdasarkan kriteria inklusi dan ekslusi. Data dianalisis secara univariat dengan tabel distribusi frekuensi, bivariat dengan uji Chi-Square, dan multivariat dengan uji regresi logistik biner. Hasil: Balita yang tidak mencapai MAD berisiko 1.30 kali mengalami stunting dan balita yang memiliki riwayat penyakit infeksi memiliki risiko 1.33 kali terkena stunting namun tidak signifikan secara statistik (p-value >0.05). Tidak signifikan variabel tersebut dapat disebabkan karena MAD yang dipengaruhi oleh beberpa faktor seperti pendidikan ibu dan ayah, kunjungan antenatal, dan tempat tinggal serta definisi penyakit infeksi yang terlalu luas. Hubungan yang tidak signifikan antara MAD dan stunting mungkin juga disebabkan oleh bias dalam pengukuran MAD, yang mengandalkan ingatan akan asupan makanan selama 24 jam terakhir. Sedangkan,balita tidak ASI eksklusif dapat meniurunkan risiko stunting 2.38 kali dan signifikan secara statistik (p-value 0.013). Kesimpulan: Tidak terdapat korelasi antara MAD dan penyakit infeksi dengan stunting namun terdapat korelasi yang signifikan antara ASI eksklusif terhadap stunting. KATA KUNCI: ASI eksklusif; minimum acceptable diet; penyakit infeksi; stunting ABSTRACTBackground: Stunting is a condition resulting from long-term malnutrition, leading to growth failure within the first 1,000 days of life. Brebes Regency has the highest stunting rate in Central Java, at 29.1%. The child's level of infection and the amount of macro- and micronutrients they consume directly impact stunting. Objectives: This study aims to analyze the relationship between the Minimum Acceptable Diet (MAD), exclusive breastfeeding, and infectious diseases with stunting among children aged 6-23 months in Brebes Regency. Methods: This quantitative study utilized secondary data from the 2022 SSGI and employed a cross-sectional design. The study population consisted of children aged 6-23 months, as recorded in the 2022 Indonesian Nutritional Status Survey (SSGI) data for Brebes Regency. A total of 189 children were included in the study, selected through total sampling based on inclusion and exclusion criteria. Data were analyzed univariately with a frequency distribution table, bivariately with a Chi-Square test, and multivariately with a binary logistic regression test.Results: Toddlers who do not reach the MAD have a 1.30 times risk of experiencing stunting, and toddlers with a history of infectious diseases have a 1.33 times risk of stunting, but this is not statistically significant (p-value >0.05). This variable is insignificant because MAD is influenced by several factors, such as the mother's and father's education, antenatal visits, and place of residence, as well as a definition of infectious disease that is too broad. The insignificant relationship between MAD and stunting may also result from biases in measuring MAD, which rely on the recall of food intake over the past 24 hours. Meanwhile, toddlers who are not exclusively breastfed can increase the risk of stunting 2.38 times, and it is statistically significant (p-value 0.013). Conclusion: Stunting is not correlated with either MAD or infectious disease; however, it is significantly associated with exclusive breastfeeding. KEYWORDS: exclusive breastfeeding; infectious diseases; minimum acceptable diet; stunting PubDate: Sun, 01 Jun 2025 06:26:45 +070