Authors:Nanik Nanik, Edwin Adrianta Surijah, Lina Natalya, Mery Chrisyanti Pages: 1 - 19 Abstract: Abstract The number of single women in Indonesia is increasing, but single women in Indonesia are also vulnerable to negative stereotypes. Unpleasant experiences experienced by single women can have a negative impact. This study examines the association between negative stereotypes and psychological well-being and the mediating effect of fear of being single. The study participants were 196 single women aged 25 – 55 years, had completed their high school, and staying in Indonesia. Participants reported their experiences as single such as psychological well-being, happiness, negative stereotypes, fear of being single, dating experience, and desire to marry. Those experiences were measured by Ryff’s psychological well-being scale (α=0,80), Pignotti’s & Abell’s negative stereotyping of single persons scale(α=0,754-0,88) , Spielman’s fear of being scale (α=0,829), conscientiousness of BFI personality scale (α=0,821) and open questionnaire. Linear regression analysis was performed to test the relationship between variables. The results show that negative stereotypes reduce the psychological well-being of single women in Indonesia, and the fear of being single mediates the association between the two variables. Findings of this study indicate the need for social change to replace unfavourable labels received by single women in Indonesia and provide information for improving the psychological well-being of single Indonesian women. Keywords: fear of being single; negative stereotypes; psychological well-being; single women Abstrak Jumlah perempuan lajang di Indonesia semakin meningkat, namun perempuan lajang di Indonesia juga rentan mengalami stereotip negatif. Pengalaman tidak menyenangkan yang dialami perempuan lajang ini dapat membawa dampak negatif. Penelitian ini mengkaji asosiasi antara stereotip negatif dan kesejahteraan psikologis serta efek mediasi dari ketakutan menjadi lajang. Partisipan penelitian adalah 196 perempuan lajang berusia 25 – 55 tahun, berpendidikan minimal setara dengan SMA dan berdomisili di Indonesia yang melaporkan pengalaman sebagai lajang seperti kesejahteraan psikologis, kebahagiaan, stereotip negatif, ketakutan menjadi lajang, pengalaman berpacaran, dan keinginan untuk menikah. Pengalaman partisipan diukur dengan skala kesejahteraan psikologis Ryff (α=0,80), skala stereotip negatif individu lajang Pignotti dan Abell (α=0,754-0,88), skala fear of being single Spielman (α=0,829), skala BFI kepribadian conscientiousness (α=0,821). Analisis regresi linear dilakukan untuk menguji hubungan antar variabel. Hasil menunjukkan stereotip negatif menurunkan kesejahteraan psikologis perempuan lajang di Indonesia dan ketakutan menjadi lajang memediasi asosiasi kedua variabel tersebut. Temuan penelitian ini menunjukkan perlunya perubahan sosial untuk mengganti label buruk yang diterima perempuan lajang di Indonesia serta menjadi informasi bagi peningkatan kesejahteraan psikologis perempuan lajang Indonesia. Kata kunci: ketakutan menjadi lajang; kesejahteraan psikologis; perempuan lajang; stereotip negatif PubDate: 2022-08-26 DOI: 10.30996/persona.v11i1.5255 Issue No:Vol. 11, No. 1 (2022)
Authors:Rosa Kartikarini Kartikarini, Margaretha Purwanti Pages: 20 - 40 Abstract: Abstract Due to the social restrictions during the covid-19 pandemic, making friends has become a challenge for students studying from home. This study aims to describe and examine the correlation between self-disclosure, social self-efficacy, and friendship status. Participants (N = 221) were freshman students of the 2021 cohort from Universities in Jabodetabek. Data was collected with convenience sampling and analysed using descriptive analysis and correlation. The measurement instrument used in this study was Self-Efficacy Scale in Personal Relationship (α=0.927), the Revised Self-Disclosure Scale (α=0.801), and the friendship status category. Results indicate that social self-efficacy and self-disclosure were fairly high among freshman students and the majority of friendship status was in the first initiation step. One-Way ANOVA showed that there is a significant difference in social self-efficacy and self-disclosure between friendship status. Spearman Correlation showed that there is a significant positive correlation between social self-efficacy, self-disclosure, and friendship status. Keywords: freshman college students; friendship status; self-disclosure; social self-efficacy Abstrak Pandemi Covid-19 membuat pembentukan pertemanan semakin menantang karena interaksi mahasiswa mayoritas dilaksanakan secara daring. Penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran social self-efficacy (SSE), self-disclosure, dan status pertemanan dalam membangun pertemanan pada mahasiswa baru angkatan 2021 di Jabodetabek. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif komparasi dan korelasi. Instrumen penelitian menggunakan alat ukur Self-Efficacy Scale in Personal Relationship (α=0.927), Revised Self-Disclosure Scale (α=0.801), dan Kategori Status Pertemanan yang telah melalui proses adaptasi dengan expert judgement dan face validity. Responden terdiri dari 221 mahasiswa baru dari universitas di Jabodetabek yang dipilih dengan teknik convenience sampling. Berdasarkan analisis statistik deskriptif ditemukan bahwa SSE dan self-disclosure pada kategori cukup tinggi, dan status pertemanan berada pada tahap pertama yaitu inisiasi. Uji One-Way ANOVA menunjukkan terdapat perbedaan signifikan pada SSE dan self-disclosure berdasarkan status pertemanan. Uji Korelasi Spearman ditemukan hubungan positif yang signifikan antara SSE dengan self-disclosure, SSE dengan status pertemanan, dan self-disclosure dengan status pertemanan. Keywords: mahasiswa baru; self-disclosure; social self-efficacy; status pertemanan PubDate: 2022-08-26 DOI: 10.30996/persona.v11i1.6142 Issue No:Vol. 11, No. 1 (2022)
Authors:Endang Parahyanti, Don Ozzy Rihhandini, Afiyah Tsarwat Zharifah Pages: 41 - 57 Abstract: Abstract Millennial employees experience twice as much boredom at work as the previous generation. They often feel bored because lack of challenges and meaning in work and perceive their work as underloading. This study aimed to examine the mediating role of positive meaning in work in the relationship between the perception of underload work and boredom at work and to see whether that mediation relationship depends on increasing challenging job demands. The instruments used are boredom at work scale (∝ = 0.714), perception of underload work (∝ = 0.75), positive meaning in work (∝ = 0.87), and increasing challenging job demands (∝ = 0.83). The sampling technique used was purposive sampling with the characteristic employee born from 1982 to 1999 who had already worked at their current job for a minimum of six months. Data analysis used PROCESS HAYES model 4 for the mediation model and model 14 for the moderation mediation model. Data obtained from 327 participants showed that positive meaning in work mediated the relationship between the perception of underload work and boredom at work, and increasing challenging job demands had also been found as a moderating role in the relationship between positive meaning in work and boredom at work. Keywords: boredom at work; increasing challenging job demands; perception of underload work; positive meaning in work; millennials. Abstrak Karyawan milenial mengalami kebosanan kerja dua kali lebih sering dibandingkan generasi-generasi sebelumnya. Karyawan milenial sering merasa bosan karena kurangnya tantangan dan makna di dalam pekerjaannya, serta mempersepsikan pekerjaan mereka memiliki beban kerja yang rendah. Penelitian ini bertujuan untuk melihat peran mediasi positive meaning in work dalam hubungan antara persepsi beban kerja rendah dan kebosanan kerja, serta untuk melihat hubungan mediasi tersebut apakah tergantung dari increasing challenging job demands. Instrumen yang digunakan adalah skala kebosanan kerja (∝ = 0.714), persepsi beban kerja rendah (∝ = 0.75), positive meaning in work (∝ = 0.87), dan increasing challenging job demands (∝ = 0.83). Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling dengan kriteria karyawan yang lahir pada tahun 1982-1999 dan telah bekerja minimal 6 bulan pada pekerjaan saat ini. Analisis data menggunakan PROCESS HAYES model 4 untuk model mediasi dan model 14 untuk model mediasi moderasi. Data dari 327 partisipan menunjukkan bahwa positive meaning in work memediasi hubungan antara persepsi beban kerja rendah dan kebosanan kerja dan increasing challenging job demands juga ditemukan memiliki peran moderasi dalam hubungan positive meaning in work dan kebosanan kerja. Kata Kunci: kebosanan di tempat kerja; increasing challenging job demands; persepsi beban kerja rendah; positive meaning in work; millennial. PubDate: 2022-08-29 DOI: 10.30996/persona.v11i1.6580 Issue No:Vol. 11, No. 1 (2022)
Authors:Luthfiasari Sekar Fatimah, Edilburga Saptandari Pages: 58 - 73 Abstract: Abstract Student engagement is influenced by external factors such as parental support and internal factors such as belief about the malleability of one’s own ability (growth mindset). This research examines the effect of parental support and a growth mindset on student engagement among junior high school students who conducted online learning. The data of this quantitative research were collected through an online survey of junior high school students in Indonesia (n = 434, male = 148) using three scales: (1) Student Engagement in E-learning Environment, (2) Growth mindset, and (3) Perceived Parental Academic Support Scale. The data was then analysed using multiple regression. The result showed that a growth mindset and parental support significantly affect student engagement during online learning both together or partially. This study's results positively impact the development of distance learning through parental support and a growth mindset. Parents need to pay attention to the dimensions of social support. This study also becomes recommendation for schools to provide home-based learning programs that involve interaction and discussion between students and parents. It can be a positive input for teachers to implement feedback strategies that focus on improving behaviour. Keywords: COVID-19; Growth mindset; Online learning; Parental support; Student engagement Abstrak Adanya keterlibatan siswa dapat dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti dukungan orang tua dan faktor internal seperti keyakinan bahwa kemampuan dan potensi diri dapat dikembangkan (growth mindset). Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap peran dukungan orang tua dan growth mindset terhadap keterlibatan siswa SMP di Indonesia. Penelitian ini bersifat kuantitatif dengan metode pengumpulan data berupa survei melalui skala yang disebar secara daring pada siswa SMP di Indonesia yang menjalani pembelajaran PJJ (n = 434; laki-laki = 148). Adapun skala yang digunakan adalah (1) student engagement in e-learning environment, (2) Skala growth mindset, dan (3) Perceived Parental Academic Support Scale. Data yang diperoleh kemudian dianalisis menggunakan analisis regresi berganda. Hasil menunjukkan dukungan orang tua dan growth mindset berpengaruh signifikan terhadap keterlibatan siswa SMP selama pembelajaran jarak jauh baik secara bersama-sama maupun sendiri-sendiri. Penelitian ini memiliki dampak positif pada perkembangan pembelajaran jarak jauh melalui dukungan orang tua dan growth mindset. Orang tua perlu memperhatikan dimensi-dimensi dukungan sosial. Penelitian ini juga menjadi rekomendasi bagi Pihak sekolah untuk memberikan program pembelajaran berbasis aktivitas di rumah (home based learning) yang melibatkan interaksi dan diskusi antara siswa dengan orang tua, serta dapat menjadi input bagi guru untuk menerapkan strategi pemberian umpan balik yang berfokus pada perbaikan perilaku maupun hasil pekerjaan. Kata Kunci: COVID-19; Dukungan orang tua; Growth mindset; Keterlibatan siswa; Pembelajaran daring PubDate: 2022-08-29 DOI: 10.30996/persona.v11i1.5773 Issue No:Vol. 11, No. 1 (2022)
Authors:Kenny Valentino, Grace Natasha Sunardy, Dhini Andriani, Zahrotur Rusyda Hinduan Pages: 74 - 85 Abstract: Abstract Adequate sleep is essential since short sleep duration can cause various adverse effects. Previous research found that college students often find it difficult and have low intentions to get enough sleep due to several factors. This study aims to see the role of adequate sleep intention factors based on the Theory of Planned Behavior in college students, namely attitude toward behavior, subjective norm, and perceived behavioral control. Participants were 600 college students at a state university in Indonesia. The data was obtained through a questionnaire adapted from the Theory of Planned Behavior Questionnaire (α=0,793) and statistically analyzed using Structural Equation Modeling and Kruskal-Wallis. The results show that attitude toward behavior, subjective norm, and perceived behavioral control had a significant role in predicting adequate sleep intention in college students. Furthermore, attitude toward behavior has the most substantial role among the other factors. Through this research, future interventions that aim college students’ sleep intention can focus on targeting students’ attitude toward sleep behavior. Keywords: adequate sleep; college students; sleep intention; structural equation modelling; theory of planned behavior Abstrak Tidur cukup sangat penting bagi manusia dan kurangnya waktu tidur dapat menyebabkan berbagai dampak negatif. Pada penelitian sebelumnya, ditemukan bahwa mahasiswa sering mengalami kesulitan dan memiliki intensi yang rendah untuk tidur cukup karena berbagai faktor. Penelitian ini bertujuan untuk melihat peran faktor-faktor yang mendasari intensi tidur cukup berdasarkan Theory of Planned Behavior pada mahasiswa, yaitu attitude toward behavior, subjective norm, dan perceived behavioral control. Partisipan pada penelitian ini adalah 600 mahasiswa salah satu perguruan tinggi negeri di Indonesia. Data diperoleh dengan menggunakan kuesioner yang diadaptasi dari Theory of Planned Behavior Questionnaire (α=0,793) dan dianalisis secara statistik dengan Structural Equation Modeling serta Kruskal-Wallis. Hasil menunjukkan bahwa attitude toward behavior, subjective norm, dan perceived behavioral control berperan secara signifikan terhadap intensi tidur cukup mahasiswa. Adapun faktor yang memiliki peran terbesar dalam memprediksi intensi tidur cukup pada mahasiswa adalah attitude toward behavior. Melalui hasil penelitian ini, para praktisi dapat menyasar sikap mahasiswa terhadap perilaku tidur cukup saat hendak merancang intervensi tidur cukup pada mahasiswa. Kata kunci: intensi; mahasiswa; structural equation modelling; theory of planned behavior; tidur cukup PubDate: 2022-08-29 DOI: 10.30996/persona.v11i1.6176 Issue No:Vol. 11, No. 1 (2022)
Authors:Sri Aryanti Kristianingsih, Maria Nugraheni Mardi Rahayu, Agung Setiyawan Pages: 86 - 106 Abstract: Abstract This study aims to determine whether there is a simultaneous influence of social support and cultural orientation on the stress level of correctional inmates in Rutan Class II B Salatiga. One hundred thirty-two prisoners participated in the study. This study used a quantitative approach with regression analysis to answer the research objectives. The measuring tools are the Social Support Scale (α=0,912), Cultural Orientation Scale (α=0,722), and DASS-21 (α=0,846). The results showed no significant effect between social support and cultural orientation on the stress level of WBP in Salatiga Rutan. The results of the descriptive analysis showed that most of the participants' stress and social support were moderate, and all participants had a high vertical collectivism cultural orientation. So, the detention center needs to pay attention to the condition of the inmate's stress level and minimize the factors that can affect stress. Keywords: stress, social support, culture orientation, correctional inmates, COVID-19 pandemic Abstrak Penelitian ini bermaksud untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh dukungan sosial dan orientasi budaya secara simultan dengan tingkat stres Warga Binaan Pemasyarakatan di Rutan Klas II B Salatiga. Sebanyak 132 orang Warga Binaan Pemasyarakatan menjadi partisipan. Pendekatan kuantitatif dengan analisis regresi berganda untuk menjawab pertanyaan penelitian. Skala pengukuran yang digunakan adalah Social Support Scale (α=0,912), Cultural Orientation Scale (α=0,722), dan DASS-21 (α=0,846). Dari hasil penelitian disimpulkan tidak terdapat pengaruh yang signifikan secara simultan antara dukungan sosial dan orientasi budaya dengan tingkat stres Warga Binaan Pemasyarakatan. Hasil analisis deskriptif menunjukkan bahwa stres maupun dukungan sosial sebagian besar partisipan berada pada tingkat sedang dan seluruh partisipan memiliki orientasi budaya vertical collectivism pada taraf tinggi. Untuk itu pihak Rutan perlu memperhatikan kondisi kesehatan mental Warga Binaan Pemasyarakatan dan meminimalkan faktor-faktor yang dapat mempengaruhinya. Kata kunci: tingkat stres, dukungan sosial, orientasi budaya, warga binaan pemasyarakatan, pandemi COVID-19 PubDate: 2022-08-29 DOI: 10.30996/persona.v11i1.6362 Issue No:Vol. 11, No. 1 (2022)
Authors:Febi Ayu Milka Angelica, Karel Karsten Himawan Pages: 107 - 122 Abstract: Abstract The high divorce rate in Indonesia becomes a social phenomenon, especially during the COVID-19 pandemic. Pandemic situation puts tension on married life, which can reduce marital satisfaction which is one of the predictors of divorce. This quantitative study aims to explore the influence of each emotion regulation strategy, namely cognitive reappraisal and expressive suppression on marital satisfaction among married individuals in Indonesia. This study was conducted on 166 participants using Emotion Regulation Questionnaire (ERQ) (α reappraisal = 0,676, α suppression = 0,729) and Relationship Assessment Scale (RAS) (α = 0,827) to measure emotion regulation strategy and marital satisfaction of each participant. Data from a sample were analyzed with multiple hierarchy regression tests, Pearson correlation, and independent sample t-test. The results showed that cognitive reappraisal strategies contributed significantly to marital satisfaction, and expressive suppression contributed significantly only to men, while in women there was no meaningful contribution. This study is expected to provide useful findings in regulating emotions in couples, especially those that are gender sensitive, in order to increase marital satisfaction. Keywords: COVID-19 pandemic; emotion regulation strategy; marital satisfaction Abstrak Tingginya angka perceraian di Indonesia menjadi fenomena sosial, khususnya di masa pandemi COVID-19. Situasi pandemi memberikan tekanan dalam kehidupan pernikahan, sehingga dapat menurunkan kepuasan pernikahan yang merupakan salah satu prediktor dari perceraian. Penelitian kuantitatif ini memiliki tujuan untuk mengeksplor pengaruh masing-masing strategi regulasi emosi, yaitu cognitive reappraisal dan expressive suppression terhadap kepuasan pernikahan pada individu menikah di Indonesia. Penelitian ini dilakukan pada 166 partisipan dengan menggunakan Emotion Regulation Questionnaire (ERQ) (α reappraisal = 0,676, α suppression = 0,729) dan Relationship Assessment Scale (RAS) (α = 0,827) untuk mengukur strategi regulasi emosi dan kepuasan pernikahan dari masing-masing partisipan. Data dari sampel dianalisis dengan uji regresi hierarki berganda, korelasi Pearson, dan independent sample t-test. Hasil studi menunjukkan bahwa strategi cognitive reappraisal memberikan kontribusi yang positif secara signifikan terhadap kepuasan pernikahan dan expressive suppression memberikan kontribusi yang signifikan hanya pada lelaki, sedangkan pada perempuan tidak ditemukan kontribusi yang berarti. Studi ini diharapkan dapat memberi temuan yang bermanfaat dalam meregulasi emosi pada pasangan, khususnya yang sensitif berdasarkan gender, demi meningkatkan kepuasan pernikahan. Kata Kunci: kepuasan pernikahan; pandemic COVID-19; strategi regulasi emosi PubDate: 2022-08-30 DOI: 10.30996/persona.v11i1.6294 Issue No:Vol. 11, No. 1 (2022)
Authors:Agung Minto Wahyu, Fia Nurfitriana, Panji Galih Anugrah, Achmad Miftcahul 'Ilmi, Hanif Samsu Angga Risky, Aji Bagus Priyambodo Pages: 123 - 139 Abstract: Abstract The prevalence of recidivist tendencies in convicts of burglary cases in Pasuruan is still high. There needs to be a special intervention to reduce the recidivism tendency. The aims of this study were 1) to explore the recidivist behavior of the robbery case in Pasuruan; 2) to develop an effective spiritual value-based cognitive behavioral psychotherapy model for prisoners of burglary cases in Pasuruan. The method used is development research with ADDIE stages (Analysis, Design, Development, Implementation, and Evaluation). The results showed that 1) the results of the exploration of recidivist behavior that were manifested in the analysis of the S-O-R-C function showed that recidivist prisoners had low self-regulation and had a lot of irrational thoughts on cognitive aspects, and had spiritual values that had not been internalized; 2) the results of developing a spiritual value-based cognitive behavioral psychotherapy model in five sessions in the form of modules have been highly validated by experts and potential users. The results of the limited group trial showed differences in self-regulation of recidivist subjects before and after being given psychotherapy (p<0.05). Thus, it can be concluded that the psychotherapeutic model developed is effective in increasing the self-regulation of delinquent recidivists. Keywords: Cognitive behavioral psychotherapy; recidivist; spiritual value; self-regulation; spoliation Abstrak Prevalensi kecenderungan residivis pada narapidana kasus pembegalan di Pasuruan masih tinggi. Perlu ada intervensi khusus untuk mengurangi kecenderungan residivis tersebut. Tujuan penelitian ini adalah 1) mengeksplorasi perilaku residivis kasus pembegalan di Pasuruan; 2) mengembangkan model psikoterapi kognitif perilaku berbasis nilai spiritual yang efektif bagi narapidana kasus pembegalan di Pasuruan. Metode yang digunakan adalah penelitian pengembangan dengan tahapan ADDIE (Analysis, Design, Development, Implementation, dan Evaluation). Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1) hasil eksplorasi perilaku residivis yang diwujudkan pada analisis fungsi S-O-R-C menunjukkan bahwa narapidana residivis memiliki regulasi diri rendah dan memiliki banyak pemikiran irasional pada aspek kognitif, serta memiliki nilai spiritual yang belum terinternalisasi; 2) hasil pengembangan model psikoterapi kognitif perilaku berbasis nilai spiritual dalam lima sesi yang berwujud modul telah tervalidasi sangat tinggi oleh ahli dan calon pengguna. Hasil uji coba kelompok terbatas menunjukkan bahwa ada perbedaan regulasi diri subjek residivis sebelum dan sesudah diberikan psikoterapi (p<0,05). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa model psikoterapi yang dikembangkan efektif dalam meningkatkan regulasi diri residivis pembegalan. Kata kunci: nilai spiritual; pembegalan; psikoterapi kognitif perilaku; regulasi diri; residivis PubDate: 2022-08-30 DOI: 10.30996/persona.v11i1.6275 Issue No:Vol. 11, No. 1 (2022)