Authors:Agus Mulyanto, Hakmi Wahyudi, Ahmad Fadhil Rizki, Sri Wahyuni Hakim, Zulfadhly Mukhtar Abstract: ABSTRAKDi negara Indonesia, kitab Akhlaqul banin karya ustadz umar bin ahmad barodja dikaji dan dipelajari hampir disetiap lembaga pendidikan klasik tradisional seperti pondok pesantren maupun dimadrasah . Kitab ini berisi kiat-kiat bagi para peserta didik/murid agar mengetahui segala sesuatu tentang bagaimana mempuyai norma dalam menuntut ilmu yang baik dan benar serta memberikan solusi tentang bagaimana menciptakan pendidikan yang tidak hanya berorientasi pada keduniawian saja, akan tetapi juga berorientasi pada akhirat. Pada Akhlaqul banin karya ustadz umar bin ahmad barodja menjelaskan tentang norma norma. Seorang peserta didik tidak akan memperoleh kesuksesan ilmu dan tidak pula ilmunya bermanfaat, kecuali ia mau mempuai norma – norma yang baik dalam penulisan ini juga akan membahas konsep, prinsip dan sumber belajar dalam perspektif Al-Qur’an bagi peserta didik dengan harapan nanti akan bermanfaat yang menjadikan peserta didik mempuyai dasar belajar dari sumber pokok dan didukung dengan norma yang mulia dalam kehidupan sehari-hari. Kata Kunci: belajar, norma, peserta didik. perspektif Al-Qur’an PubDate: 2021-12-05 DOI: 10.24014/af.v20i2.12017 Issue No:Vol. 20, No. 2 (2021)
Authors:Akhmad Roja Badrus Zaman Abstract: Banyak kalangan menyatakan bahwa Ali Syari’ati mempunyai andil yang signifikan terhadap meletusnya Revolusi di Iran. Walaupun dia meninggal setahun sebelum revolusi itu terjadi, tetapi pemikiran-pemikirannya telah banyak mempengaruhi para tokoh penggerak revolusi 1978-1979. Bahkan, L. Carl Brown menyatakan, bahwa Imam Khomeini adalah salah satu tokoh penting dalam revolusi Iran yang sedikit—banyak terpengaruh oleh pemikiran revolusionernya Syari’ati. Penelitian ini membahas pemikiran Ali Syariati tentang Humanisme dan Teologi Pembebasan yang dikemukakannya. Penelitian ini berjenis penelitian pustaka atau library research. Artinya pada penelitian ini penulis berfokus pada penggunaan data dan informasi dengan bantuan berbagai macam material terkait Ali Syariati dan pemikirannya yang terdapat di perpustakaan, seperti buku-buku, jurnal, dokumen-dokumen sejarah, dan lain sebagainya. Dari kajian yang dilakukan diketahui bahwa konsep teologi-ideologi yang dibawa oleh Syari’ati adalah teologi yang bersifat membebaskan manusia dari keterkungkungan fatalism yang merugikan. Tema-tema tentang Humanisme—kemanusiaan dan revoluioner sangat kental didalamnya. Ia membawa kajian keagamaan dari tradisionalisme Islam yang lebih bercorak teo-sentris, kepada kajian yang lebih bercorak antroposentris. Syariati mengajak umat Islam untuk menggelorakan pembebasan melalui reinterpretasi keyakinan. Syari’ati secara jelas menolak pandangan Barat—Marx—yang menyatakan bahwa agama itu “candu masyarakat”. Bagi syariati, Agama justru dapat mengantarkan orang kepada komitmen ideologi untuk membebaskan idividu dari tekanan. PubDate: 2021-12-05 DOI: 10.24014/af.v20i2.11737 Issue No:Vol. 20, No. 2 (2021)
Authors:Hendri Kori, Husna Farianti Amran Abstract: Fokus penelitian ini adalah pemikiran Khoiruddin Nasution tentang pencatatan sebagai syarat ‘sah’ perkawinan serta metode yang digunakannya dalam mengistinbātkan pencatatan sebagai syarat ‘sah’. Berdasarkan sumber perolehan data, maka penelitian ini termasuk ke dalam penelitian pustaka (library research). Berdasarkan cara mengolah dan menganalisanya, maka penelitian ini termasuk ke dalam penelitian kualitatif. Teknik analisa data dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitik dan konten analisis. Penelitian ini menghasilkan bahwa menurut pemikiran Khoiruddin pencatatan tidak hanya sebatas syarat administratif namun juga sebagai syarat ‘sah’ perkawinan; pencatatan berfungsi sebagai syarat dan/atau rukun perkawinan. Alasannya adalah adanya kesamaan ‘illah (sebab/motif hukum) antara pencatatan nikah dengan saksi pernikahan dan walimah.‘Illah dari saksi nikah dan walimahan yang berlaku dimasa Nabi Muhammad SAW adalah merupakan sarana pengakuan masyarakat dan penjaminan hak. Sementara bentuk pengakuan dan jaminan hak untuk masa sekarang tidak cukup lagi hanya dengan saksi dan walimahan, tetapi diperlukan bukti tertulis (akta). Metode yang digunakannya dalam mengistinbātkan pencatatan sebagai syarat ‘sah’ perkawinan adalah metode tematik holistik. PubDate: 2021-12-05 DOI: 10.24014/af.v20i2.12644 Issue No:Vol. 20, No. 2 (2021)
Authors:Nur Azizah Lubis, Mhd Rasid Hamdi, Hakmi Wahyudi, Zulfadhly Mukhtar Abstract: Islamic Renewal Thought is a very interesting study in the development of thought in the Islamic world. Moreover, the emergence and renewal movements that occurred in Indonesia provided a new, more advanced atmosphere in the field of Islamic Education. K.H. Ahmad Dahlan is a reformist thinker in Indonesia who is engaged in education. Ahmad Dahlan sees that the problem of education is the main root that causes the Indonesian nation, especially Muslims to be left behind. That's why he took the educational path as the main means of preaching. However, to expand the movement of this da'wah step, the existence of educational institutions is presumably too narrow. Some of Ahmad Dahlan's friends advised him to establish an organization. Finally he founded the Muhammadiyah organization. One of the Muslim intellectuals or Islamic education figures who tried to reconstruct the paradigm building that could be used as the basis for the National Education system was KH Ahmad Dahlan. He is a reformist figure in Indonesia who comes with his thoughts to respond to the condition of the ummah, especially in the field of Islamic education, which was very bad in Indonesia during the Dutch colonial government. Seeing this with the K.H. renewal movement. Ahmad Dahlan struggled to change education for the better and more advanced. KH.Ahmad Dahlan is called to take part in thinking about and improving the plight of Indonesian Muslims. KH.Ahmad Dahlan's efforts were realized with the establishment of the Muhammadiyah Organization. The purpose of writing this article is to find out K.H. Ahmad Dahlan on Renewing Islamic Education in Indonesia. The method used is qualitative with the approach used is library research where the data is obtained through various existing literacy. PubDate: 2021-12-05 DOI: 10.24014/af.v20i2.13076 Issue No:Vol. 20, No. 2 (2021)
Authors:Khairunnas Jamal, Sawaluddin Sawaluddin Abstract: This study aims to analyze the terminology of the Qur'an about human potential. This research is designed in the form of library research or library research that uses various library sources as a source of research data. The data studied were sourced from the Qur'an, books and research results of Muslim scholars and scholars. The data used is divided into two, primary and secondary data. Primary data includes the Qur'an which talks about the terminology of the Qur'an about human potential. Secondary data to support primary data, taken from books and relevant research results related to the focus of the study. The data analyst used the text analysis method, namely selecting key terms from the vocabulary of the Qur'an, determining the basic meaning and relational meaning and concluding and integrating these concepts into a one general concept. The results of this study are: First; The potential of Indra, mentioned in the Qur'an with three terms al-sam'u repeated 185 times, al-bashr repeated 139 times, and al-dhuq, repeated 48 times. Second, the potential of reason, etymologically, the term "aql" is mentioned in the Qur'an more than 49 words, which are collected in (dzakara), (faqiha), ('alima), (tadab bara), (tafakkur) and Ulu al -chapter. Third, the potential of the heart, the mashdar form of the root qalaba-yaqlibu-kalbuan which means turning or turning. The Qur'an uses the term heart to refer to the human heart, but the heart or heart In the Qur'an the word heart is mentioned 122 times spread over 45 letters and 112 verses, collected in the terms qalb, shadr, lubb, and fu'ād. PubDate: 2021-12-05 DOI: 10.24014/af.v20i2.14580 Issue No:Vol. 20, No. 2 (2021)
Authors:Hakim Hendra Alkampari, Ahmad Fadhil Rizki Abstract: Penelitian ini dilatar belakangi oleh fenomena yang terjadi ditengah masyarakat baik antara orang tua dan anak maupun antara suami dan isteri, karena banyak anak yang tidak berihsan kepada orang tuanya, begitu juga suami yang hendak menceraikan isterinya banyak diantara mereka tidak memenuhi hak isteri ketika menceraikan dan juga tidak berihsan kepada isteri, maka diperlukan penjelasan Ihsan supaya anak, suami, dan masyarakat bisa berbuat Ihsan kepada semua orang. Kata Ihsan digunakan untuk dua hal : pertama memberi nikmat kepada pihak lain. Kedua perbuatan baik. Karena itu kata “Ihsan” lebih luas dari sekadar “memberi nikmat atau nafkah”. Maknanya bahkan lebih tinggi dan dalam dari pada kandungan makna adil, karena adil adalah “memperlakukan orang lain sama dengan perlakukannya kepada Anda”, sedangkan Ihsan, “memperlakukan orang lain lebih baik dari perlakuannya terhadap Anda”. Adil adalah mengambil semua hak anda dan atau memberi semua hak orang lain, sedang Ihsan adalah memberi lebih banyak dari pada yang harus anda berikan dan mengambil lebih sedikit dari yang seharusnya anda ambil. adapun Objek-objek Ihsan dalam dimensi sosial adalah a. Ihsan kepada isteri yang diceraikan, b. Ihsan kepada orang Tua, c. Ihsan kepada kaum kerabat, d. Ihsan kepada anak yatim, e. Ihsan kepada orang-orang miskin, f. Ihsan kepada tetangga yang mempunyai hubungan dekat, g. Ihsan kepada tetangga jauh, h. Ihsan kepada kawan dekat, h. Ihsan kepada Ibnu sabil, i. Ihsan kepada hamba sahaya, j. Ihsan kepada pelaku pidana. Semua perbuatan yang dilakukan mengarah untuk memberi kebaikan dan nikmat kepada orang lain karena Quraish Shihab mengatakan bahwa Ihsan adalah memberi nikmat dan perbuatan baik. PubDate: 2021-12-05 DOI: 10.24014/af.v20i2.9766 Issue No:Vol. 20, No. 2 (2021)
Authors:Heri Suprapto, Titi Susanti, Zulfadhly Mukhtar Abstract: Hakikat taubat yaitu perasaan hati yang menyesali perbuatan maksiat yang sudah terjadi, lalu mengarahkan hati kepada Allah ﷻ pada sisa usianya serta menahan diri dari dosa. Melakukan amal shalih dan meninggalkan larangan adalah bentuk perbuatan nyata dari taubat. Taubat mencakup penyerahan diri seorang hamba kepada Rabbnya, kembali kepada Allah ﷻ dan konsisten menjalankan ketaatan kepada Allah ﷻ. Jadi, bukan sekedar meninggalkan perbuatan dosa, namun tidak melaksanakan amalan yang dicintai Allah ﷻ , maka itu belum dianggap bertaubat yang sesungguhnya. Seseorang dikatakan telah bertaubat jika ia kembali kepada Allah ﷻ dan rasul-Nya serta melepaskan diri dari belenggu yang membuatnya terus-menerus melakukan dosa dan maksiat. Ia tanamkan makna taubat dalam hatinya sebelum diucapkan lisannya, senantiasa mengingat apa yang disebutkan Allah ﷻ berupa keterangan terperinci tentang surga yang dijanjikan bagi orang-orang yang taat kepada Allah ﷻ dan rasul-Nya, dan mengingat siksa neraka yang ancamkan bagi pelaku dosa dan maksiat. Dia berusaha terus melakukan itu agar rasa takut dan optimismenya kepada Allah ﷻ semakin menguat dalam hatinya. Dengan demikian, ia harus senantiasa berdoa kepada Allah ﷻ dengan penuh harap dan cemas agar Allah ﷻ berkenan menerima taubatnya, menghapuskan seluruh dosa dan kesalahannya serta memasukkannya kedalam kenikmatanan yang abadi yaitu surga-Nya. PubDate: 2021-12-05 DOI: 10.24014/af.v20i2.14345 Issue No:Vol. 20, No. 2 (2021)